Kamis, Mei 28, 2009

Q meledak

24 Mei Aq beku...
25 Mei Aq retak...
26 Mei Aq meledak...
dan seterusnya Aq...

Kamis, Mei 14, 2009

I'm so Sorry...

My blogs,,, sory yah aq lum sempat nulis2 lagi ne,

I'll come back soon...

Sabtu, Januari 17, 2009

Senandungku Untuk Palestina

Saudaraku, dengarkanlah senandungku ini,
Senandung dari lubuk hatiku yang paling dalam,
Senandung hatiku yang melihat rudal-rudal raksasa menghantam kedamaian negeri tercintamu,
Memporak-porandakan tempat berlindungmu hingga tiada satupun tempat aman bagimu,

Saudaraku, dengarkanlah senandungku ini,
Senandung hatiku yang mendengar jeritan-jeritan adik-adikku yang kehilangan ibunya,
Senandung hatiku yang merasakan kepiluan ibu-ibuku yang melihat anaknya tak bernyawa,
Senandung hatiku yang tidak bisa lagi ku ungkapan kata-kata,

Saudaraku, dengarkanlah senandungku ini,
Senandung hatiku yang hanya bisa menugcapkan bait-bait doa dalam tiap munajatku,
Yakinlah Tuhan Menyaksikan segalanya,
Tuhan Mendengar setiap doa yang telantun dari hamba-hamba-Nya

Saudaraku,

Yakinlah Tuhan akan Selalu bersamamu,,,

BANGKITKAN SEMANGAT BERKORBAN DENGAN AL-WADUD

Maha Mencitai, itulah kandungan di balik sifat Allah swt yang ternama dengan Alwadud. Sifat Allah ini ternyata telah dianugarahkan-Nya kepada manusia menjadi sebuah potensi, yaitu potensi untuk mencintai ciptaan-Nya, mencintai sesama manusia. Sedang cinta menjadi dasar bagi sebuah pengorbanan. Dengan kata lain pengorbanan hadir karena adanya cinta.

Pengorbanan merupakan hal yang mutlak harus ada ketika kita ingin mencapai sesuatu. Dengan berkorban, segala sesuatunya dapat menjadi lebih baik dan lebih indah. Mustahil tanpa pengorbanan kita memperoleh apa yang kita cita-citakan, bahkan nyamuk sekalipun harus mengorbankan nyawanya untuk memperoleh setitik darah. Pengorbanan tidak akan menimbulkan kerugian, tapi malah justru sebaliknya, pengorbanan adalah sebuah investasi dalam meraih keberuntungan.

Sungguh sangat disayangkan jika kita yang telah diberi potensi oleh Allah swt untuk dapat saling mencintai sesamanya, tidak mengaktualkan potensi itu ke dalam kehidupan kita. Bahkan malah memendamnya dan menggantikannya dengan kebencian, permusuhan, ketidakpedulian, dan dengan berlebihan mencintai dirinya sendiri tanpa menghiraukan saudara-saudaranya yang tengah membutuhkan bantuannya sehingga tidak sedikitpun rasa ingin berkorban terbesit dalam hatinya. Na’uzubillah....

Rasulullah saw sangat menganjurkan umatnya untuk saling bersatu, menyayangi dan mencintai, bahkan Rasulullah saw mengatakan bahwa seseorang tidak akan diakui beriman jika dia tidak mencintai sesamanya. Sebagaimana yang tertuang dalam hadist riwayat Turmudzi, ”Demi zat yang diriku dalam tangan-Nya, kalian tidak masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai..”

Alkisah ketika Rasulullah saw tidur di rumah sahabatnya, Abu Ayyub Al-Anshari. Pada saat itu Rasulullah saw dan istrinya tidur di lantai bawah dan Abuu ayyub bersama istrinya tidur di lantai atas. Seketika itu juga Abu Ayyub menyadari bahwa posisinya berada di atas kamar Rasulullah saw. Sepanjang malam, ia membekukkan tubuhnya laksana sebatang kayu. Karena rumahnya terbuat dari tanah, ia khawatir jika menggerakkan tubuhnya maka akan menimbulkan debu yang bisa mengenai wajah Rasululah saw. Esok harinya Abu Ayyub menceritakan itu kepada Rasulullah. Rasulullah saw sungguh terharu menyaksikan ketulusan sikap sahabatnya itu, yang mengutamakan kepentingan saudaranya daripada dirinya sendiri.

Betapa indahnya jika masing-masing kita mempunyai sikap seperti Abu Ayyub yang mau mengorbankan kenikmatan tidurnya demi menjaga saudaranya agar tidak tekena debu. Seandainya bertebaran ”Abu Ayyub-Abu Ayyub lain di dunia ini, tentunya tidak akan lagi ada kemiskinan, tidak akan lagi ada kemelaratan, tidak akan lagi ada pengangguran, tidak akan lagi ada tindak kekerasan, yang tinggal hanyalah keadilan, kebahagiaan, dan kesejahteraan, dan indahnya saling mengasihi dalam kebersamaan.

Pengorbananlah yang sangat kita butuhkan di saat sekarang ini. Bayangkan saja jika tidak ada satu pun manusia ini yang mau sedikit mengorbankan dirinya untuk kepentingan saudaranya. Tidak menutup kemingkinan akan terjadi perperangan perebutan kekuasaan dan kepentingan yang akhirnya juga akan menyengsarakan diri kita sendiri.

Karena Allah swt telah memberikan sifat-Nya, Al-Wadud, kepada manusia sebagai sebuah potensi yang perlu diaktualisasikan ke dalam kehidupan nyata, marilah kita, sebagai umat manusia yang masih mempunyai nurani, kita bangkitkan semangat berkorban dengan menghayati dan menginternalisasikan sifat Agung-Nya, Al- Wadud, ke dalam diri kita agar rasa cinta kepada sesama bersemi di manapun kita berpijak di bumi ini dan kapanpun waktu akan memperdengarkan detaknya. Dengan Cinta Allah swt kita hadir kedunia ini maka sebarkanlah cinta itu agar semangat berkorbanpun akan lahir dari diri-diri yang tercipta atas Cinta-Nya.

Selasa, Desember 30, 2008

LEARNING TO BE

Aku bisa belajar dari apa yang dikatakan orang padaku
Aku bisa belajar dari apa yang dilakukan orang padaku

Ketika seseorang mengatakan aku pengecut,
aku bisa belajar dari kepengecutan itu,
Saat seseorang mengatakan aku brengsek,
Aku bisa belajar dari kebrengsekan itu,
Dan bila seseorang menyalahkanku,
aku bisa belajar dari kesalahan itu,

-------------
Suatu yang yang ”mungkin” bernilai negatif, bisa saja berubah menjadi suatu yang positif, jika memang ditanggapi dengan positif pula.

Apapun itu, terlepas apakah itu menyakitkan atau menyenangkan, pengalaman memberikanku ruang untuk dapat memaknai setiap detail peristiwa yang terjadi padaku hingga aku dapat menemukan suatu kehidupan yang bemakna...

Ga akan ada masalah jika kita mampu menyikapinya dengan kedewasaan dan kearifan. Semuanya akan terasa mudah.
So... Take it Easy...

15 Desember 2008

Rabu, November 26, 2008

DETIK-DETIKKU

Hujan mengguyur lebat. Begitu deras membasahi tanah yang semula tandus. Sungguh hebat kuasa-Nya, mendatangkan tetes demi tetes air langit yang menghidupi bumi setelah matinya, tapi sayang aku tidak dapat menikmati dan melihat keindahan air hujan yang mengguyur dengan pasti. “Tik…tik…tik…”, tetesan air membasahi tanganku. Ku tengadahkan kepalaku menatap langit-langit yang ada di sebuah ruang yang kutempati sekarang. Ternyata ada lubang kecil di sana. Aku berpindah ke pojok ruangan yang kurasa agak sedikit lebih nyaman. Dinginnya udara adalah satu-satunya temanku setiaku. Sesaat teringat kembali akan kehidupanku yang dulu, kehidupan yang tiada akan pernah kunikmati lagi.

***

Aku seorang gadis yang kurasa sangat beruntung dilahirkan ke dunia ini. Keluargaku sangat menyayangiku, ayah dan ibuku tentunya. Ayahku seorang pengusaha sukses yang memiliki saham di beberapa perusahaan besar. Ayah saat ini juga menjadi direktur utama di sebuah perusahaan jasa yang bergerak di bidang periklanan. Sosok ayah sangat kubanggakan. Selain cerdas, bertanggung jawab, ulet, pantang menyerah, ayah juga memiliki rasa humor yang tinggi hingga terkadang seperti tidak ada batas antara aku dan ayah sebagai orang tua dan anak. Karena itu tanpa kusadari terciptalah sebuah semboyan, “ayahku adalah temanku”.

Ibuku, walaupun tidak berkarier seperti ayah, ku rasa ibu memiliki prestasi yang tidak kalahnya bila dibandingkan ayah. Ibu mengukir prestasi dengan mengabdikan dirinya untuk mengurus keluarga. Tanpa pengabdian ibu, aku tidak yakin ayah akan menjadi sesukses ini serta aku yang menjadi sebahagia ini. Bagiku ia adalah sosok ideal yang pernah ada. Kurasa semua sifat positif ada padanya, ditambah lagi dengan ketaatannya dalam beribadah. Dibandingkan ayah, ibu memang lebih banyak mengambil peranan dalam keseharianku. Maklumlah karena ayah selalu sibuk dan lebih sering menghabiskan waktunya di kantor. Namun begitu, ayah tidak meninggalkan keluarganya begitu saja. Selepas pulang kerja, walau sudah malam, ayah selalu menyempatkan diri berkumpul dengan keluarga baik ketika makan malam ataupun sekedar berkumpul sambil nonton TV dan berdiskusi “kecil-kecilan“, biasanya ayah menanyakan kegiatanku di sekolah, bagaimana pelajaranku, teman-temanku, guruku, apa yang membuatku sebel hari ini, dan masih banyak lagi yang kami diskusikan, aku ayahku, dan ibuku. Selain itu Ayah juga selalu meluangkan waktunya untuk keluarga pada akhir pekan.

Lalu, bagaimana halnya dengan saudara-saudaraku?. Hm,,, sepertinya Tuhan telah menakdirkan aku lahir ke dunia ini tanpa teman. Aku adalah anak satu-satunya dari ayah dan ibu. Maka dari itu, mereka sangat menyayangiku, apapun yang ku inginkan selalu dipenuhi, ya asalkan masih pantas buatku dan bermanfaat serta sesuai dengan kebutuhanku. Bahagia rasanya hidup seperti ini sampai kapanpun. Harapanku kebahagiaan ini akan berlangsung lama.

Sebagai manusia yang hanya bisa merencanakan, aku tersadar bahwa apa yang kuinginkan belum tentu akan selalu menjadi kenyataan. Dan sepertinya suatu pertanda mulai menampakkan jejakanya kepadaku. Entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa keluargaku tidak seperti dulu lagi. Perasaan buruk itu semakin bertambah seiring dengan terjadinya beberapa peristiwa yang tidak seperti biasanya. Diawali dengan berkurangnya waktu berkumpul di akhir pekan. Sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya sangat jarang sekali. Secara logika aku bisa menerima keadaan ini, karena setahuku memang akhir-akhir ini ayah sering ke luar kota guna mengurusi proyek yang menjadi tanggung jawabnya. Namun, perasaanku mengatakan ada hal lain di balik semua itu.

Tidak hanya itu, sekarang ibu juga agak sedikit lebih tertutup. Aku tidak tahu pasti mengapa itu bisa terjadi. Dugaanku ada kegundahan di hati ibu mengenai pekerjaan ayah, tapi yang kulihat hubungan mereka berdua masih tetap harmonis. Lambat laun sepertinya perubahan itu mulai memuncak. Banyak hal yang biasa ayah dan ibu lakukan berdua tidak lagi terlihat olehku, bahkan kebiasaan mereka berdua kepadaku pun sudah mulai terasa memudar olehku. Lebih-lebih ibu suka mengurung diri di kamarnya hingga aku pun kesulitan menemui ibu padahal kami berada pada tempat yang sama. Dan ayah sangat sering keluar kota sehingga jarang di rumah. Ntah apa yang membuat keadaan menjadi seperti ini. Aku tidak mengerti dengan keadan ini, seingatku selama 18 tahun aku di dunia ini, keluargaku adalah keluarga yang sangat bahagia. Ataukah kebahagiaan yang terlihat selama ini olehku, ternyata menyimpan suatu “gundukan” yang akan meledak suatu waktu?, ntahlah. Satu persatu pertanyaan mendatangiku, selalu kucoba untuk menemukan jawabannya. Namun, tak satupun ku temui.

***

Senja yang begitu merah, seperti merahnya otakku berpikir mencari jawaban apa yang sebenarnya terjadi di keluargaku. Kemudian terlintas dipikiranku untuk menanyakan ini semua kepada ibu. “ya akan kutanyakan langsung ke ibu”.
Aku memberanikan diri menemui ibu yang sedang berada di kamarnya. “tok…tok…tok…,
Bu, boleh aku masuk?, ibu mempirsilahkan aku masuk. Kubuka pintu kamar ibu, kulihat ibu sedang membolak-balik majalah, tapi aku tahu bukan ini yang ibu lakukan sejak tadi.
“Bu”, aku mulai angkat bicara.

“ya”, kata ibu datar. Tanpa basa-basi aku langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di keluarga ini, tepatnya antara ayah dan ibu. Sesaat ibu berhenti membolak-balikkan majalahnya. Degup jantungku terasa cepat menantikan sebuah jawaban dari ibu. Ku tatap ibu dengan penuh harap, ia akan menjawab pertanyaanku. Namun, ibu tak mengeluarkan sepatah katapun. Kulihat matanya yang indah mulai berkaca-kaca dan perlahan jatuh juga air matanya. Ibu menangis!. “ya Tuhan…, apakah aku telah menyakitinya dengan pertanyaan konyolku?”, gumamku dalam hati.

“Bu, maafkan aku, maafkan atas kelancanganku”, tanpa ku sadari akupun larut dalam kesedihan ibu.

“Tinggalkan Ibu sendiri, Nak!”, kata-kata yang tidak pernah ia lontarkan kepadaku. Aku bingung terhadap apa yang harus aku lakukan. Ibu mengulanginya lagi. Dengan terpaksa akupun berlalu dari ibu.

***

Pukul 01:45 dini hari. Tiba-tiba saja aku terbangun dan sangat susah bagiku untuk dapat memejamkan mataku kembali. Pikiranku mengarahkanku pada keberadaan ayah yang sejak ku injakkan kaki di kamarku, taptnya pukul sepuluh malam tadi, hingga saat ini belum juga pulang ke rumah, padahal hari ini ayah tidak ke luar kota. “ada apa dengan ayah?, apa yang terjadi dengannya?’, ya Tuhan,, lindungilah Ayah”. Hatiku resah mendapati hal ini. Tak lama setelah itu, kudengar suara mobil memasuki perkarangan rumah dan parkir di bagian halaman yang tepat terletak di depan kamarku. “ternyata Ayah”. Alhamdulillah akhirnya ayah pulang juga. Hatiku sedikit lebih tenang ketika ku tahu bahwa ayah pulang ke rumah. Dan sepertinya aku dapat melanjutkan mimpiku yang sempat tertunda. Baru beberapa saat aku memejamkan mata, kudengar ayah dan ibu yang sepertinya sedang memperdebatkan sesuatu. Entah apa yang mereka perdebatkan, semuanya terdengar samar olehku. Ku coba untuk menangkap lebih jernih pembicaraan mereka. Sayang, telingaku hanya dapat mendengarkan frekuensi yang sedikit lebih keras daripada perdebatan itu. Akhirnya kuputuskan untuk keluar kamar menuju ruang keluarga yang bersebelahan langsung dengan kamar ayah dan ibu. cukup lama perdebatan itu. Dengan segenap kesabaran akupun mengikuti alur perdebatan itu, tapi tetap saja aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Lambat laun aku pun kelelahan sendiri, mataku juga terasa perih, maka kuputuskan untuk kembali ke kamarku. Baru selangkah kakiku meninggalkan tempat di mana tadi aku mendengarkan pembicaraan mereka, ku dengar isakan tangis, karenanya kuhentikan langkahku sesaat. Ya tuhan,, Aku takut!, apa yang terjadi?,

“Paakkk”,

ya Tuhan itu tamparan. Jantungku berdegup kencang. “duh,, aku harus gimn?”, sepertinya isakan itu semakin terdengar jelas olehku. Aku sangat sedih, tanpa kusadari akupun terisak, aku tidak bisa menahan kesedihanku, aku menangis. Ya, menagis. “Ya tuhan aku tidak bisa melakukana apa-apa untuk menghentikan mereka, padahal tinggal selangkah lagi aku bisa mengedor kamar mereka”, aku berteriak walau dalam hati. Bagiku inilah malam teberat yang pernah ku alami, perasaanku tak karuan. Tiada hal yang bisa ku lakukan. Aku hanya bisa terdiam menagisi keadaan.

“AAaaaaa….”

Tiba-tiba, ku dengar teriakan yang kuat dan lambat laun menghilang. Itu suara ibu. Pikiranku semakin kacau, degup jantungku semakin kencang, aku ketakutan!. . Oh…, apa yang terjadi?”. Sepertinya sekarang aku sudah berada di puncak penasaran. Tanpa berpikir panjang, langsung saja kuhampiri kamar itu dan kubuka pintunya. Untungnya kamar itu tidak terkunci, sehingga memudahkanku untuk masuk tanpa harus menggedornya terlebih dahulu.
“ bruk..”.. kehempaskan pintu itu.

Tak ku kira apa yang terjadi. Sesaat kurasakan jantugku tiada lagi berdetak, kurasakan darahku mengalir tanpa tentu arah. Kepalaku yang semakin berat, tenggorokanku yang tercekal. Aku serasa raga tanpa jiwa, mati!. Tubuhku lemas menyaksikan keadaan di sekitarku.
Dengan napas terengah-engah, aku masih bisa mempetahankan tubuhku berdiri. Kemudian ku tatap ayah dengan penuh tanda tanya. Seketika itu juga ayah pergi meninggalkanku tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku tidak dapat berbuat apa-apa. Kakiku terasa terpaku, aku tidak sanggup menghampirinya, yang bisa kulakukan hanya menangis meratapinya. Ibu… ibuku sayang…

***

Setahun sudah peristiwa itu berlalu, tapi tidak juga kutemukan jawaban atas apa yang terjadi pada waktu itu. Kini, aku tinggal bersama pamanku, kaka sulung ibuku. Aku tidak mau tinggal di rumah yang dulu karena kejadian itu terus-menerus mengahantuiku. Selalu terbayang-bayang olehku setiap peristiwa yang penah ku lakukakn bersama ayah dan ibu, kebahagiaan, keceriaan, hingga peristiwa malam itu yang hampir membuatku depresi. Untungnya Setelah peristiwa itu, paman bersedia membawaku untuk tinggal bersama keluarganya. Walaupun sebenarnya aku tidak pernah mengenalnya sebagai keluargaku.

Di rumah paman, keadaanku sangat berubah. Tiada kutemukan kehidupan yang aku idam-idamkan, keluarga dan kasih sayang. Begitulah, tidak kudpatkan hal itu. Aku tidak diperlakukan sebagaimana layaknya seorang anak atau keluarganya. Aku tidak tahu kalau akhirnya jadi seperti ini, jika dari awal aku tahu dan bisa memprediksi bagaimana tabiat keluarga paman, takkan kuinjakkan kakiku di rumah ini. Aku mau ikut dengan paman semata-mata karena aku ingin mendapatkan kasih sayiang yang tiada pernah akan kudapatkan lagi dari ayah dan ibu. Sayangnya harapanku itu tak terjadi. Aku diperlakukan seperti pembantu , setiap hari aku harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Setiap pagi aku harus bangun lebih awal dan tidur lebih akhir dari orang-orang yang ada di rumah itu. Hampir tiap hari aku kena omelan-omelan pedas dari bibiku, anak malaslah, tidak tau dirilah, dan masih banyak lagi kata-kata yang benar-benar menyakitiku.

Terpikir olehku untuk kabur dari rumah yang bagai penjara bagiku. Aku bisa pulang ke kampung ke tempat nenek dan kakek. Mereka tidak tahu keadaanku di sini, mereka pikir aku baik-baik saja, maka dari itu mereka tidak memintaku tinggal bersama mereka. Ku putuskan esok hari, aku harus berangkat ke rumah nenek dan kakek.

***

Pukul 11.30 malam, baru saja kuselesaikan seluruh tugas-tugasku. Huh…, sungguh melelahkan. Kubaringkan tubuhku di tempat tidurku. Lambat laun mataku pun terpejam.
“Tok…tok…tok…”, ketukan pintu yang pelan itu membangunkanku. Kubuka pintu,
“Paman? Ada apa?”, tegasku.
“Ada yang harus kau ketahui tentang keluargamu”, jawab paman. .
“Besok saja paman, ini kan sudah malam”, dengan kewaspadaan ku berkata. Namun, paman tetap memaksakan diri masuk ke kamarku. Tanpa berpikir lagi kututup pintu kamarku. Tapi ternyata tenaga paman melebihi tenagaku, paman berhasil membuka pintu itu dan masuk ke kamarku.

“A…………!!!”,
aku berteriak sekuat tenaga ketika paman berhasil memojokkan tubuhku ke dinding. Kurasa teriakanku cukup kuat untuk membangunkan orang-orang yang ada di dalam rumah ini. Namun, paman tidak menghiraukannya. Ia menutup mulutku dan tetap memojokkanku. Pikiranku kacau, napasku sesak, rasanya aku berada di ruang tanpa oksigen, “ya Tuhan.. tolonglah aku“. Hatiku selalu berdoa meminta pertolongan Tuhan. Otakku berusaha mencari-cari apa yang mesti aku lakukan. Paman semakin garang, sesaat aku teringat akan sesuatu, ya, gunting itu!. Ku buka laci meja yang berada tepat di sebelah tangan kananku. Lalu, langsung saja kutikamkan benda itu tepat di perutnya. Lambat laun cengkraman itu melemah. Sedikit kurasakan oksigen menghampiriku, sesaat kurasakan syaraf-syaraf di otakku kembali menjadi satu. Kemudian aku tersadar, “Astaga, apa yang telah aku lakukan” aku bingung sendri, perasaanku menjadi tak terdefinisi. Di satu sisi aku merasa ketakutan. Di sisi lain, aku merasa sangat bahagia, tertawa. Aku menang….!

***

Aku berjalan di lorong yang gelap, ditemani oleh dua orang wanita kekar yang cukup menyeramkan bagiku. Ku lihat di kanan dan kiriku beraneka ragam fenomena, “mengerikan” pikirku. Krek…., pintu terbuka. “Masuk!”, kata petugas itu sambil mendorongku dengan kasar. Kupandangi ruangan itu. Gelap, pengap, penuh debu, kotor. Hanya ada sebuah tikar usang di sana. Inilah tempat tinggalku menjelang hari itu, hari di mana aku harus memasuki kehidupan lain setelah apa yang ku lakukan terhadap pamanku. Keluarganya menuntutku atas peristiwa itu. Aku dijatuhi hukuman mati, ya mati. Aku tak diberi kesempatan untuk membela diri. Walaupun terkadang terasa tidak adil bagiku, aku cukup senang karena semuanya akan segera berakhir. Lebih baik mati di penjara daripada harus menderita seumur hidup tinggal di keluarga itu. Tiada hal lain yang bisa aku lakukan selain memohon ampun atas segala dosa-dosaku kepada-Nya.

***

Hey…!, teriakan keras itu membangunkanku dari lamunan panjang. Pintu di buka, aku di tuntun melewati lorong gelap, sama seperti pertama kali aku menginjakkan kaki di tempat ini. Aku tersenyum. Ya… waktuku tiba!.


----------------------------
Aku seperti melayang di udara…
Mengepakan sayap, terbang ke langit tanpa batas,,
Mencari jawaban atas pertanyaaku selama ini,,
Semoga kutamukan ia di sana,,,

Rabu, Oktober 15, 2008

blum ada IDE,,,,

sudah lama ruang itu kosong,,
detik demi detik berlalu tanpa ada yang mengisinya,,
ia menati tanpa kata menyerah untuk menunggu,,
walaupun menunggu suatu yang tak pasti,,,
tapi ia tetap yakin bahwa akan datang seseorang yang akan mengisi ruang kosongnya
suatu saat nanti,,,

>>> BlogsqQu,, sabar ya
ruang kosongmu blum sempat Qu isi,,
karena Aqu.....

BLUM ADA IDE


Selasa, Agustus 19, 2008

Latihan Mengemudi



Hari pertama,

Hari ini adalah hari pertama aku latihan mengemudi menggunakan kendaraan sendiri. Setelah aku selesai menuntaskan pembelajaranku di belajar mengemudi YAGI selama delapan kalee, tibalah saatnya bagiku mencoba mengendarai kendaraan yang ada di rumah.
Wah,, aneh rasanya berpindah dari satu kendaraan ke kendaraan lain. Tempat yang ada di rumahku tidak begitu baik untuk berlatih bagi orang yang amatir. Selain tempat yang sempit ditambah lagi dengan permukaan jalan yang tidak rata. Ku rasa orang yang udah lihaipun akan kesusahan jika “nge-track” di sini. Apalagi aku yang baru aja nyentuh yang namanya kendaraan beroda empat. Bisa ga ya?...
Karena hari ini bener2 permulaan, jadinya hal yang kulakukan dengan BLUEBIRD –nama yang kuberikan bt kendarannku – hanya jalan di tempat doank. Maksudnya aku hanya bisa maju-mundur berkali2. sampai bosen deh pokoke….capek juga ternyata maju-mundur mulu,, tapi yah buat tahap awal ga pa2 deh…
Sebut saja hari pertama ini hari maju-mundur =)

Hari kedua,

Hari ini sama aja spt hari kemaren, maju- mundur2 juga. Tapi, dah mulai meningkat dikit deh,, udah pke2 acara banting strir truz mundur sampe ke ujung lorong dekat jalan,, ya “track”nya dah cukup panjang. Yang sangat disayangkan aku belum dibolehkan sampe ke jalan, kerena itu ya udah maju lagi. Begitulah seterusnya sampe capek, huh…

Hari ketiga,

Hhmm… hari ini dah mulai seru. Aku dah jalan2 muterin “kompleks”. Namun, sesuatu terjadi. Pas bgt di jalan belokan mo balik ke rumah (bukan jalan yang waktu pergi), ternyata ada orang mo nikahan, so… jalan ditutup, padahal aku dah masuk ke gapura. Duh aku bingung bgt, gmn caranya balik lagi, mana jalan sempit, ga bisa muter. Akhirnya ku banting stir ke kanan masuk ke perkarangan rumah orang, biz gt aku mundur.. Bruk,,!! tiba2 mobil terhenti dan ternyata ku masuk ke got,, . jantungku berdegup kencang, “gimana neh?” aku bener2 panik. Aku ga nyangka bakal menghadapi situasi kaya gini, mana ini adalah pertama kali aku keluar ke jalan.. Untungnya ada orang yang nolongin aku muterin mobil. Huh,,, cukup lega. Yah karena mesti balik lagi akhirnya kuputuskan ngambil rute lain yang tentunya ga jauh2 dari rumah.. takut masuk got lagi….=)

Hari keempat

Hari keempat ini perjalanan udah mulai lancar, rutenyapu dah cukup panjang. Tapi jalannya kendaraan lambat bgt, kaya BEKI, Bekicot maksudnya, hehe. Yah,, Karena memang lum berani lebih cepat lagi. Berjalan di sebelah kiri jalan dengan kecepatan paling cepat 10 km/jam. Dan yang paling ga enaknya, di setiap persimpangan, selalu saja di-klakson-in ama kendaraan yang ada di belakang. Huh.. membuat aku makin tambah gugup. Terpaksa deh, mau ga mau dengan gemeteran aku harus tetap melanjutkan perjalanan, klo ga, ya ga pulang.

Hari kelima

Nah, klo yang ini udah lebih baik dari hari kemaren2. Aku dah sedikit lebih enjoy, walaupun masih sering di-klakson-in ama kendaraan yang ada di belakangku. Kecepatanpun udah mulai bertambah, jadi kurang lebih 20 km/jam. Dengan rute yang masih sama, namun dengan perasaan yang berbeda, ku kendarai BLUEBIRDku dengan dua kali putaran biz gt nyampe rumah deh…
Hanya saja, menguasai si BLUEBIRD ketika hendak masuk ke gang di rumah cukup sulit, dengan jalan yang sempit berbatu dan tidak rata. Memang harus perlu banyak2 laihan…

Hari keenam

Sepertinya hari keenam ini sudah jauh lebih baik lagi. Keluar garasi pun aku tidak begitu mangalami kesulitan seperti yang sudah2. Cukup satu kali banting stir ke kiri, truz maju dikit, biz gt mundur deh sampe ke ujung gang deket jalan, trus banting stir kiri, ya udah jalan deh, kemana mau jalan…
Karena bosen ama rute yang udah2, aku putuskan untuk menjajaki rute baru dan lebih jauh lagi. Ku habiskan waktu kurang lebih selama satu jam menjajaki rute itu dengan dua kali putaran. Kecepatan pun udah makin bertambah, udah nyampe 30-40km/jam. Wah.. bener2 beda rasanya ama yang kemaren2, udah lebih lancar, deg2annya berkurang, pokoke asyik deh,,,

Hari 7..

Hari ini juga ga kalah pentingnya. sangking asyiknya berjalan2 bersama BLUEBIRD, hampir2 aja aku nabrak orang. Duh,, bener2 ga terlupakan. Untung aja aku cepet2 ngerem, walaupun mendadak. Sedetik aja aku tunda untuk nginjek rem, tau dah apa yang terjadi. Ga kebanyang klo orang bakal luka gara2 aku, apalagi klo sampe nyawanya melayang,,,
A’udzubillah….

-----------------------------


Pokoke banyak hal baru yang aku dapat. Klo dicatat tiap hari perkembangannya, wah… ga abiz2 kalee yah,, . Kayanya cukup sekian deh,,. Moga hari ketujuh ini, menjadi awal dari keberhasilanku menguasai si BLUEBIRDku. So… klo mo jalan2 tinggal contact aja, hehe….

Moment yang Hilang di Agustus 2008 (part 2)


REUNI AKBAR,,,

Oh, pondokku… tempat naung kita
Dari kecil sehingga dewasa
Rasa batin damai dan sentosa
Dilindungi Allah ta’ala
Oh, pondokku engkau berjasa
Pada ibuku Indonesia

Tiap pagi dan petang…
Kita beramai sembahyang…
Mengabdi pada Allah ta’ala
Di dalam kalbu kita

Wahai pondok tempatku
Laksana ibu kandungku
Nan kasih serta sayang padaku
Oh, pondoku..
Ibuku…

Sebuah nyanyian yang selalu terngiang-ngiang di telingku saat ini. Ya, hari ini, tepatnya tanggal 16 agustus 2008, harusnya aku sudah berada di sebuah tempat yang terletak di daerah Pincuran Tinggi X Koto, Tanah Datar, Sumatera Barat, yaitu pondokku tercinta, Pondok Pesantren Modern Nurul Ikhlas, tempat aku bersekolah dahulu. Walaupun tiga tahun aku “berdiam” disana, tapi segala hal yang pernah kulalui menjadi kenangan yang takkan terlupakan yang akan selalu ada dalam benakku.

Hari ini adalah hari yang ditunggu2 oleh segenap orang yang telah menamatkan pendidikannya di pondok pesantren tercinta ini karena hari inilah diadakanya REUNI AKBAR yang telah dirancang sejak jauh2 hari. Namun, aku sangat menyayangkan diriku yang ga bisa turut menghadiri acara tersebut. Sedih bgt rasanya, padahal aku dah ngebayangin betapa bahagianya bertemu dengan guru2 di sana (para ustadz dan ustadzah, biasa ku memanggil guru2ku), ka2 alumni, mulai dari angkatan pertama sampai angkatan di atasku, dan tentunya teman2 yang udah ku anggap sebagai saudaraku sendiri, bagaimana tidak?, selama tiga tahun kami bersama, satu atap, satu makan, senasib- sepenanggungan, sehidup-semati ( sdikit berlebihan deh…).

Masih ku ingat kata-kata salah seorang ustadz ku dulu. Ketika itu aku masih kelas tiga SLTP, semester dua, tahun 2003. “lima tahun lagi, ustadz berencana mo mengadakan reuni akbar”, seperti itulah kurang lebihnya apa yang telah dikatakan ustadz ku tadi. “Lima tahun kagi? Bukanlah waktu yang sebentar? Bilakah waktu itu ?”, pikirku saat itu. Tak terbayang olehku bagaimana jadinya nanti. Masih adakah waktuku untuk menghadirinya? Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Pertanyaan besar pada diriku, yang jawabannya akan di dapat setelah lima tahun yang akan datang terhitung dari aku duduk di bangku kelas tiga SLTP.

Kemudian aku tersadar. Inilah waktunya, jawaban yang ku tunggu2 selama lima tahun telah ku dapat. Kini, saat ini, aku masih bisa bernapas menghirup udara Allah dengan gratis, suatu nikmat kehidupan yang tak terhingga. Inilah aku sekarang, jawaban yang sudah lama kunantikan dari lima tahun yang lalu. Saat ini aku masih berkecimpung dalam dunia pendidikan tepatnya aku masih duduk di bangku perkulaian semester lima. Tidak terasa lima tahun dari waktu yang lalu adalah saat ini.

Dengan kondisi yang sehat walafiat, aku akan dapat bersua lagi dengan teman2 lamaku. Harapanku sungguh besar, apalagi setelah seminggu sebelum acara reuni tsb, temanku menghubungiku menginformasikan kepastian waktu pelaksanaannya sekaligus memintaku untuk hadir dalam acara itu. Harapanku semakin bertambah setelah orang tua ku mengizinkaknku untuk pergi ke tempat itu dengan syarat harus ada teman, maklumlah pondokku aga sedikit jauh dari rumah, sekitar 12 jam-an menggunakan bis. Kebetulan aku mempunyai dua orang teman yang berasal dari daerah yang sama denganku, aku akan ajak mereka, ku rasa mereka mau, karena itu sangat senang sekali dan optimis bisa menghadiri acra itu.

Namun, lagi2 apa yang kita inginkan belum tentu akan jadi kenyataan. Setelah aku dapat izin dari orang tua, tapi aku tidak mendapatkan teman yang akan menemaniku ke sana karena dua orang temanku tadi mmpunyai urusan yang harus segera diselesaikan. Yah,, intinya ada urusan yang lebih pentinglah dari menghadiri acara reunia. Tampaknya, harapan2ku, mimpi2 ku untuk bertemu kembali dengan pondokku, teman2ku, seta guru2ku yang di sana belum terwujud. Sedih sekali rasanya… dan aku berharap semoga suatu saat nanti, harapan2 dan mimpi2ku menjadi kenyataan.
Amin….

Sabtu, Agustus 09, 2008

Aku ingin...

Aq ingin bisa menulis,
layaknya hujan yang meneteskan airnya di pasir…

Aq ingin pandai menulis,
layaknya matahari yang menggoreskan sinarnya di tengah-tengah kehidupan…

Aq ingin berhasil menulis,
layaknya seekor burung yang berhasil mengepakkan sayapnya menjelajahi langit…

Tapi kenapa setiap aq menulis,,, hanya tulisan kosong yang tercipta?

Jambi, 06 agustus 2008
08:19 PM